Jama'ah Penuh Berkah

Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.

Bekerja Untuk Indonesia

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)

Inilah Jalan Kami

Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)

Biduk Kebersamaan

Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.

Kesungguhan Membangun Peradaban

Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.

Rabu, 28 Desember 2011

AKSI KEMANUSIAAN UNTUK PALESTINA

HADIRI DAN IKUTI
"Aksi Kemanusiaan" untuk Palestina yang lebih baik

Waktu : 1 Januari 2012
             08.00 - 12.00 WIB
tempat : Indoor Sport Hall Tumenggung Abdul Jamal, Muka Kuning
Siapkan infak terbaik anda dan jadilah salah satu dari sekian ribu warga batam yang peduli Palestina.
 ALLAHU AKBAR!!!!!!!!!

Selasa, 20 Desember 2011

HORMATI IBUMU

Bengkong VS Batu aji

Aku Belum Mengetahui Arti “Diriku Seorang Hamba!”

Tazkiyatun Nufus

8/12/2011 | 13 Muharram 1433 H | Hits: 2.030
Oleh: H. Muhammad Widus Sempo, MA
Kirim Print
Ilustrasi (anwardjaelani.com)Semua sepakat bahwa moral bangsa adalah modal pembangunan. Jika moral bangsa telah rusak, maka kehancuran di ambang pintu. Yang bermoral dari mereka adalah yang tidak melupakan nilai-nilai kehambaan yang senantiasa memberikan nuansa-nuansa kehidupan. Di dalam kehambaan tersimpan aset kehidupan yang luar biasa, yang jika diaplikasikan secara benar dan tepat, ia mampu dengan sendirinya mendobrak nilai-nilai negatif, seperti: kriminalitas, ketimpangan sosial dan dekadensi moral.
Kita semua hamba, tetapi boleh jadi ada di antara kita yang belum memahami makna kehambaan itu sendiri. Olehnya itu, mari bersama-sama menelaah fitrah ini sebagaimana berikut!
Kehambaan yang hidup kehambaan yang senantiasa mendorong manusia untuk beribadah dan ikhlas beramal. Yang punya kehambaan seperti ini adalah mereka yang meyakini bahwa diri mereka tidak tercipta kecuali untuk beribadah, mengulurkan tangan kepada mereka yang dililit masalah-masalah sosial, mengedepankan kepentingan umat dari kepentingan pribadi dan kelompok, dan mengetuk pintu-pintu kebaikan demi mewujudkan kesejahteraan lingkungan dan umat.
Syekh Ibn Asyûr berkata:
(إٍيَّاكَ نَعْبُدُ) menyimpulkan makna-makna agama dan syariat, dan (إِيَّاكَ نّسْتَعِيْنُ) menyimpulkan makna keikhlasan terhadap Allah dalam setiap pekerjaan. Ini telah ditegaskan sebelumnya oleh Syekh Izzuddin bin Abdi as-Salâm di salah satu karyanya (Hillu ar-Rumûz wa Mafâtîhul Kunûz), beliau berkata: “titian ke Allah SWT punya dua bentuk: amalan lahiriah (fisik) dan amalan batiniah (hati). Titian lahiriah itu adalah syariat dan batiniahnya adalah hakikat, dan yang dimaksud dengan syariat dan hakikat adalah menegakkan kehambaan dengan benar. Syariat dan Hakikat tersimpul dalam (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ). Olehnya itu (إٍيَّاكَ نَعْبُدُ) membiaskan syariat dan (إِيَّاكَ نّسْتَعِيْنُ) menyinarkan hakikat.””[[1]]
Kehambaan yang hidup kehambaan yang memahami bahwa setiap pekerjaan yang sedang ditekuni punya potensi ibadah. Akan tetapi, tidak semua ibadah itu menampakkan kehambaan. Di sana ada ibadah, meski hidup, tetapi pada hakikatnya ia mati tidak memberikan apa-apa kecuali kesengsaraan belaka, seperti: menyembah selain dari Allah, dan menyekutukan-Nya dengan sembahan lain.
Di lain sisi, ada amal yang cukup menggiurkan, tetapi pada hakikatnya ia mati tidak membuahkan hasil kecuali sementara waktu saja, kenikmatannya terbatas oleh waktu dan tempat, cepat pudar dan tidak dapat dipetik di akhirat, seperti: merampas hak orang lain dengan paksa, tipuan, mencuri, menyogok dan melakukan segala tindak kriminal.
Kehambaan seperti ini meski hidup, tapi tidak dapat memberi sinar. Meskipun dia memberikan sinar, tapi yang dipancarkan semu, seperti fatamorgana di siang hari.
Kehambaan yang hidup lestari kehambaan yang tidak membedakan satu bentuk amal baik dari yang lain, kehambaan yang senantiasa menganjurkan seseorang untuk beramal, meski amal itu sendiri kelihatan kecil. Olehnya itu, nilai amal tidak terlihat dari kecil dan besarnya, tetapi sejauh mana amal itu ditekuni dengan penuh dedikasi tinggi dan keikhlasan.
Seorang pedagang yang tidak jemu menekuni profesinya, mensyukuri setiap keuntungan meski kadang tidak memenuhi target pencapaian, dan mengumpulkan dengan penuh kesabaran laba penjualan dari hari ke hari, pedagang seperti ini telah menghidupkan beberapa nilai kehambaan dalam satu profesi. Tentunya, yang terlihat di sisi Allah dari bentuk-bentuk perdagangan adalah perdagangan semacam ini. Kiaskanlah kepada contoh ini cara membumikan nilai-nilai kehambaan di pelbagai profesi.
Imam al-Qusyairi berkata:
“Hakikat kehambaan adalah menegakkan cinta amal dan menjaga kelestariannya.”[[2]]
Kehambaan yang membumi kehambaan yang tahu batas. Hamba yang tahu batas kemampuannya tidak mengklaim hasil usaha bersama sebagai hasil usaha sendiri, tidak menunjukkan kepintaran di tengah orang-orang pintar, tidak mengelabui orang awam hanya karena mereka sederhana dan lugu, tidak menciptakan pencitraan diri di balik kebusukan moral dan jati diri. Agama itu punya batas, jangan pernah ditambah dan dikurangi!
Imam al-Qusyairi kembali berkata:
“Hakikat kehambaan dengan mengetahui batas dan tidak melampauinya, tidak menambah dan tidak pula menguranginya. Barang siapa yang tidak melampaui batas dalam menegakkan hukum-hukum Allah, maka dengan sendirinya Allah akan menepati janji-Nya terhadapnya.”[[3]]
Kehambaan yang menyinarkan makna-makna kemanusiaan adalah kehambaan yang tahu rendah diri, tidak sombong dan angkuh. Hamba-hamba semacam ini senantiasa tahu menempatkan diri, tidak malu berteman dan bersahabat dengan orang-orang fakir; jalan dan makan bersama dengan mereka. Pribadi seperti ini adalah pribadi yang tidak suka pujian dan sanjungan yang berlebihan, sosok yang cinta kesederhanaan dari kebersahajaan yang dibangun atas kecongkakan dan kesombongan.
Ini telah dicontohkan dalam sabda Rasul Saw berikut ini:
(آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ الْعَبْدُ، وأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ الْعَبْدُ).
“saya makan seperti hamba lain sedang makan, dan saya duduk seperti duduknya hamba lain.”[[4]]
Di hadits lain, Rasul Saw diberitakan makan berjamaah dengan Ahlu as-Suffah. [[5]]
Dari Abu Dzar RA:
(كُنْتُ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ، فَكُنَّا إِذَا أَمْسَيْنَا حَضَرْنَا بَابَ رَسُولِ اللهِ e فَيَأْمُرُ كُلَّ رَجُلٍ فَيَنْصَرِفُ بِرَجُلٍ، فَيَبْقَى مَنْ بَقِيَ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ عَشَرَة أَوْ أَكْثَرَ، أَوْ أَقَلَّ فّيُؤْتِىَ النَّبِيُّ e بِعَشَائِهِ فَنَتَعَشَّى مَعَهُ، فَإِذَا فَرَغْنَا قَالَ e: نَامُوْا فيِ الْمَسْجِدِ!)
“Saya termasuk Ahlu as-Suffah, kami di saat menjelang sore mendatangi Rasul Saw, beliau pun memerintahkan setiap orang dari sahabat mengajak satu orang dari kami ke rumahnya, dan jika yang tersisa dari kami sepuluh orang, lebih atau kurang, maka Rasul Saw pun datang membawa jamuan malamnya dan kami pun diajak makan bersama dengannya. Setelah kami makan malam beliau berkata: “tidurlah di masjid.””[[6]]
Jika Rasul Saw seperti ini, kenapa di sana masih ada saja yang merasa hina jika menginjakkan kaki di gubuk tua fakir-miskin, tersenyum sinis melirik para gelandangan di pinggir jalan, dan memandang hina para pengamen? Bukankah mereka saudara kita sendiri yang butuh uluran tangan kemanusiaan? Pudarnya nilai-nilai kehambaan dalam diri masyarakat sebab hilangnya kepekaan dan kepedulian sosial terhadap sesama.
Kelompok seperti ini mendapatkan teguran keras dari ayat Al-Qur’an di bawah ini:
orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, padahal setiap dari mereka punya hak yang sama untuk (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. (QS. An-Nahl [16]: 71)
Kehambaan yang menyadari hakikat-hakikat penciptaan setiap entitas kehidupan adalah kehambaan yang melihat setiap jenis makhluk punya hakikat yang sama, memberikan layanan jasa kepada mereka sama dengan apa yang mereka telah lakukan antar sesama mereka sendiri, seperti: tempat tinggal, minuman dan makanan. Hamba yang melihat dirinya tidak lain kecuali hanyalah salah satu makhluk dari pelbagai makhluk Allah akan memperlakukan mereka dengan penuh kemanusiaan, tidak membuat mereka langkah dengan segala bentuk penyiksaan.
Jika dari mereka ada yang bertanya: “kenapa saya wajib berlaku baik terhadap makhluk-makhluk itu? Bukankah mereka tercipta untuk dipergunakan manusia sesuai dengan keinginan mereka?”
Kepada Anda Al-Qur’an menjawab:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (QS.al-Isra’ [17]: 44)
Hematnya, selagi hakikat penciptaan kita dengan mereka sama, tercipta untuk melantunkan pujian terhadap-Nya, maka sepatutnya kita memperlakukan mereka dengan wajar.
Ini telah dicontohkan oleh Abdul Muttalib, kakek Nabi Muhammad Saw. Beliau masyhur di kalangan bangsa Arab dengan sebutan al-Fayyâdh (sangat pemurah) dan Mut’im Taer as-Samâ’ (penyuguh makanan terhadap burung-burung lepas yang beterbangan di angkasa). Beliau dikenal dengan gelar-gelar itu karena murah hati dan senantiasa menyuguhkan makanan kepada burung dan binatang buas di puncak gunung. [[7]]
Bukan hanya itu, hamba yang bijak hamba yang dituntun mengungkap makna-makna kehidupan yang dicontohkan oleh setiap jenis makhluk. Olehnya itu, tidak berlebihan jika Ustadz Said Nursi menyatakan bahwa beliau telah berguru dari ratusan guru (maksudnya ia telah memetik makna-makna kehidupan dan ketuhanan dari hewan, tumbuhan dan entitas kehidupan lain di muka bumi ini. Beliau mencontohkannya dengan kehidupan lalat yang menjadi cleaning service gratis untuk manusia dengan memakan kuman-kuman penyakit yang terdapat di tong-tong sampah pada musim panas. Tentunya, itu melukiskan kesempurnaan penciptaan Allah SWT). [[8]]
Kehambaan yang memberi terang kehambaan yang senantiasa membisikkan kelemahan dan kefakiran di hadapan Allah SWT. Hamba yang senantiasa berdoa meminta taufiq-Nya dalam meninggalkan kemaksiatan dan mengerjakan ketaatan.
Syekh Ibn al-Atsîr berkata:
“Hakikat kehambaan adalah menampakkan kelemahan dan kefakiran di hadapan Allah SWT dengan meminta pertolongan dari-Nya atas segala usaha yang telah dan sedang dilakukan.”[[9]]
Pendek kata, kehambaan yang mengisi rongga-rongga kehidupan dengan lantunan-lantunan ilmu-ilmu ilahi adalah kehambaan yang mendorong seseorang untuk taat beribadah, bersyukur dan memuji kebesaran-Nya, mengetahui batas-batas hukum, menegakkan cinta amal, menghargai sesama, rendah diri yang jauh dari kesombongan, merasa lemah dan butuh perlindungan dan tuntunan-Nya, serta memahami hakikat penciptaan setiap entitas kehidupan dan memperlakukan mereka dengan wajar.
Di sana masih banyak sentuhan-sentuhan makna yang terselubung di balik kehambaan. Kepada pemerhati tema-tema keislaman tulisan ini mengajak Anda untuk menyuarakan sepatah kata berikut ini:
“bangun moral bangsa dengan membentuk kepribadian, perbaiki jati diri dengan menghidupkan nilai-nilai kehambaan! Bangsa kita tidak terpuruk, dunia Islam tidak bersatu dan tidak mampu menyaingi kemajuan yang telah dicapai dunia Barat, kecuali nilai-nilai kehambaan umat telah redup di hati generasi muda Islam. Hidupkan dan kobarkan kembali! Tidak ada yang dapat membumikannya kecuali Anda sendiri. Olehnya itu, sebelum Anda melakukan sesuatu, tanyalah diri Anda dengan pertanyaan ini: “apakah pekerjaan ini sesuai dengan nilai-nilai kehambaanku?”
Dalam diri Rasul Saw terdapat keteladanan bagi mereka yang ingin tahu sejauh mana beliau memaknai setiap detik dari kehidupan ini dengan makna-makna kehambaan. Dia adalah hamba sempurna yang mengumpulkan semua sifat-sifat baik yang ada dalam diri setiap hamba. Mari bersama-sama meneladani kehambaan beliau!”


Catatan Kaki:
[1] at-Tahrîr wa at-Tanwîr, vol, 1, hlm. 134
[2] Tafsir Imam al-Qusyairi, vol. 14, hlm. 16
[3] Ibid, vol. 7, hlm. 436
[4] Hadits ini diriwayatkan Ibn Saad dengan sanad yang baik, dan diriwayatkan juga Abu Ya’lâ dari Ãisyah. Di periwayatan Mursal al-Baihaqî dari Yahya bin Abi Katsîr hadits ini datang dengan tambahan lafadz (sesungguhnya saya hanyalah hamba: (فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ[lihat: Imam az-Zaelaiy, Kasyful Khafâ, hadits, no: 15, hlm. 18].
[5] mereka adalah sahabat-sahabat nabi dari kaum Muhajirin yang terlambat hijrah ke Madinah. Karena mereka tidak datang ke Madinah saat Rasul Saw mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, maka mereka pun tidak mempunyai tempat tinggal dan harta. Olehnya itu, Rasul Saw membangun tempat khusus untuk mereka di belakang mesjidnya (masjid Madinah sekarang) yang dikenal dengan Suffah. [lihat: tim penyusun dari guru-guru besar Jurusan Dakwah, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo, Wasâil Tablîgh ad-Da'wah al-Islâmiyah wa Asâlîbiha, hlm. 29].
[6] Lihat: Syekh Abu Naîm Ahmad bin Abdillah, Hilyah al-Auliyâ’ wa Tabaqât al-Ashfiyaâ’, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, cet. 1, 1409 H/1988 M, vol. 1, hlm. 352
[7] Lihat: Istîtah Abdul Hamîd Abdul Hamîd, Dirâsât fi as-Sîrah an-Nabawiyyah, vol. 1, hlm. 58
[8] Lihat: Bediuzzaman Said Nursi, Masâil Daqîqah fil Ushûl wal Aqîdah, hlm. 5
[9] Imam Ibn al-Atsîr al-Mubarâk bin Muhammad al-Jazari, an-Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wal Atsar, ditahkik oleh Thâhir Ahmad az-Zâwi dan Mahmûd Muhammad at-Thanâhi, Dar Ihya’ at-Turâts al-Arabi, vol. 1, hlm. 465


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17159/aku-belum-mengetahui-arti-diriku-seorang-hamba/#ixzz1h0LPy0CM

Senin, 12 Desember 2011

Penjajahan (Al-Istikhraab)



8/12/2011 | 13 Muharram 1433 H | Hits: 569
Oleh: Tim dakwatuna.com
Kirim Print
Ilustrasi - Pasukan militer Belanda ketika menjajah Indonesia (inet)
dakwatuna.com – “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat” (QS. An-Naml: 34).
Indonesia adalah negara besar dan berpenduduk muslim terbesar di dunia. Namun kebesarannya belum mencerminkan besarnya kedudukan dan posisi tawar di hadapan bangsa-bangsa di dunia, khususnya Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara maju lainnya. Terbukti banyak perusahaan asing multinasional yang begitu kokoh di Indonesia, walaupun banyak merugikan bangsa Indonesia, seperti Exxon Mobil, Freeport, Newmont dll.
Realitas ini menunjukkan betapa lemah dan tidak berdayanya pemerintah Indonesia terhadap intervensi asing. Negara terkaya di dunia, begitu mudahnya membiarkan bangsa asing menjajah. Mereka merusak moral dan mengeruk kekayaan alam serta mengekor pada sistem ekonomi riba yang mereka terapkan. Akibatnya Indonesia menjadi negara yang paling miskin, rusak moralnya, paling rusak kekayaan alamnya dan pengutang terbesar.
Makna Penjajahan
Dalam bahasa Arab istilah penjajahan disebut dengan “isti’maar”. Ungkapan ini tentu tidak tepat karena artinya memberi kemakmuran. Sebagaimana disebutkan dalam surat Huud 61,
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”
Sedangkan penjajah selalu menimbulkan kerusakan. Maka istilah yang tepat adalah “istikhraab”. Penjajahan selalu menimbulkan kehinaan, kerusakan dan kehancuran. Itulah ungkapan yang pernah dilontarkan Ratu Bilqis yang diabadikan dalam Al-Qur’an, Dia berkata:
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat” (QS. An-Naml: 34).
Sedangkan sosok sang penjajah yang ditampilkan dalam Al-Quran dan sering diulang-ulangnya adalah Fir’aun. Al-Qur’an menyebutkan beberapa karakteristiknya,
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qhashash: 4).
Penjajah dalam Al-Qur’an
Allah SWT menyebutkan kisah Musa AS versus Fir’aun, dan Bani Israil, yang memakan banyak tempat dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sudah selayaknya bagi umat Islam bahkan umat manusia secara keseluruhan untuk mengkaji dan menyelidiki pelajaran dibalik kisah ini. Karena tidak mungkin Allah menyuguhkan kisah yang menjadi salah satu tema besar dalam Al-Qur’an, dibuat tanpa arti. Dari kisah-kisah panjang tersebut, maka disimpulkan bahwa Al-Qur’an, menjadikan Fir’aun sebagai nama dan simbol utama Sang Penjajah.
Dari kisah Musa AS, Fir’aun, dan Bani Israil, banyak pelajaran yang dapat diambil, di antaranya:
  1. Dunia ini menjadi tempat pertarungan antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan)
  2. Para nabi adalah pelopor dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan akan selalu berhadapan dengan para penguasa zhalim yang memeranginya.
  3. Fir’aun adalah ikon penguasa zhalim dan sejarah akan berulang dengan tokoh dan waktu yang berbeda.
  4. Fir’aun adalah sang penjajah yang senantiasa membuat kerusakan dan akan mengalami pengulangan sejarah.
  5. Kebenaran dan kebatilan selalu ada pengikutnya. Dan inilah inti dari ujian di dunia.
  6. Penjajah selalu menimbulkan kerusakan dan kehancuran baik moral maupun material.
  7. Orang-orang Yahudi dari Bani Israil menjadi musuh utama para nabi dan pengikutnya sepanjang masa.
  8. Para nabi dan pengikutnya dari orang-orang beriman menjadi pemenang pada akhir dari setiap kisah pertarungan ini.
Penjajahan Modern
Dapat dikatakan bahwa penjajahan modern terjadi setelah perang Salib antara umat Islam dan bangsa Barat yang berlangsung selama sekitar 2 abad. Walaupun bangsa Barat mengalami kekalahan militer dari perang ini, tetapi mereka mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, di antaranya penemuan wilayah-wilayah baru dan kebangkitan industri hasil penetrasi budaya dari umat Islam.
Bangsa Barat mulai melakukan penjelajahan ke wilayah-wilayah baru tersebut untuk mencari bahan baku bagi industri mereka. Dan manuver mereka berakhir pada penjajahan tempat-tempat yang mereka singgahi. Inggris menjajah Malaysia, Filipina, India dan sebagian Timur Tengah. Prancis menjajah wilayah-wilayah di Afrika Utara, Belanda menjajah Indonesia dan demikianlah bangsa Barat menjadikan negeri Islam dan negara berkembang wilayah jajahannya. Penjajahan ini disebut dengan penjajahan langsung.
Penjajahan langsung bangsa barat terhadap negeri-negeri muslim berlangsung sampai sekitar tahun 1945. Di Era Penjajahan langsung, para penjajah benar-benar melakukan apa saja dan mengambil apa saja terhadap wilayah jajahannya. Mereka berupaya menundukkannya dengan menghalalkan segala macam cara. Termasuk pemaksaan terhadap budaya dan agama setempat. Masyarakat pribumi banyak yang menjadi korban jajahan termasuk korban al-ghazwul al-fikri (perang pemikiran), sehingga agama baru berkembang di negeri-negeri muslim dan berkembang. Banyak di antara mereka banyak yang berpindah agama dari Islam atau lainnya ke agama Penjajah yaitu Kristen.
Sekitar tahun 1945 terjadi kemerdekaan secara massal, yaitu kemerdekaan negeri-negeri muslim dari penjajahan secara langsung. Tetapi sejatinya kemerdekaan belum penuh dirasakan oleh negeri-negeri muslim. Karena para penjajah tidak begitu saja meninggalkan daerah jajahannya sebelum mereka menanam bom waktu. Para penjajah berhasil menanam kader-kadernya menjadi pemimpin dengan sistem pemerintahan sekuler yang berkiblat pada barat.
Mulailah bentuk penjajahan baru, penjajahan secara tidak langsung tersebut bernama globalisasi yang menempatkan Amerika Serikat sebagai pemain utama dalam penjajahan. Peran AS didukung negara-negara sekutunya dari Eropa, Australia dan Israel. Amerika Serikat telah membentuk dirinya sebuah kekuasaan global dimana negara-negara lain tunduk dan patuh pada kepentingannya.
John Perkins seorang yang sebelumnya bekerja sebagai EHM (Economic Hit Man, Penghancur ekonomi) menceritakan dalam bukunya pengalaman bagaimana AS menguasai dunia. EHM adalah agen-agen AS yang di-backup CIA dan perusahaan multinasional AS untuk menawarkan pinjaman sangat besar kepada kepala pemerintahan negara-negara berkembang. Berbagai macam strategi untuk meyakinkan kepala pemerintahan dibuat, termasuk strategi yang paling licik, dengan suap, wanita atau tawaran yang lain yang menggiurkan.
Langkah EHM untuk memberikan penawaran pinjaman banyak menuai hasilnya. Negara-negara berkembang berlomba mendapat pinjaman tersebut. Pada saat yang sama mereka harus menerima persyaratan utamanya, yaitu bahwa setiap proyek pembangunan hasil pinjaman tersebut yang melaksanakan proyek adalah perusahaan multinasional AS. Jadi pada hakikatnya sebagian besar uang pinjaman itu tidak pernah berpindah dari AS. Uang itu hanya berpindah transfer dari perbankan di Washington ke bagian rekayasa di New York. Sedangkan negara-negara berkembang harus membayar beban utang sekaligus bunganya.
Indonesia dan Ekuador adalah di antara negara korban kekuasaan global AS. Di Ekuador perusahaan minyak Texaco telah merubah dan meratakan hutan tropis menjadi kubangan comberan yang membuat punah 15 % spesies burung dunia dan ribuan tanaman yang belum diklasifikasikan. Pipa sepanjang 300 mil telah menembus utang dan gunung di sana. Untuk setiap$100 nilai minyak mentah, perusahaan minyak AS menerima $ 75. Sisanya untuk bayar utang dan biaya anggaran pemerintah, sementara rakyat yang miskin hanya menerima sekitar $ 2,5 saja, dan itu untuk biaya kesehatan pendidikan dan bantuan.
Di Indonesia lebih parah lagi, perusahaan Freeport telah mengeksploitasi kekayaan emas dan tambang lainnya dan dibawa ke AS. Sedangkan dampaknya, kerusakan alam dan lingkungan begitu sangat mengerikan. Penduduk Papua yang mengais-ngais rezeki dari tailing atau sisa-sisa galian gunung ditembaki. Perusahaan AS lainnya seperti, Exxon Mobil, Newmont, Caltex dll. berebutan mendapatkan rezeki dari kekayaan alam Indonesia, mereka seperti sekelompok serigala lapar memperebutkan makanan.
Jika langkah EHM menawarkan pinjaman modal tidak berhasil, maka yang terjadi adalah langkah berikutnya. Orang-orang EHM menyebutnya dengan istilah langkah serigala. Para serigala langsung mengintai kepala pemerintahan untuk dijadikan mangsanya. Kepala negara dibunuh, dikudeta atau tewas dalam kecelakaan yang mengerikan. Inilah yang terjadi pada Jaime Roldos, presiden Ekuador, Omar Torrijos, presiden Panama, Zhiaul Haq, presiden Pakistan dan mungkin masih banyak lagi presiden yang menentang AS mengalami nasib serupa.
Dan jika serigala-serigala itu juga gagal mengeksekusi tugasnya, maka yang terjadi adalah invasi langsung kepada negara-negara itu. Inilah yang terjadi pada Irak, Afghanistan dan sebelumnya terjadi pada Somalia, Vietnam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa AS telah menempatkan diri menjadi kekuasaan global, polisi dunia dan penjajah utama dengan melakukan segala caranya baik penjajahan tidak langsung maupun penjajahan langsung.
Penjajahan itu telah mengakibatkan kerusakan yang sangat dahsyat pada semua aspek kehidupan. 24.000 manusia setiap hari meninggal karena sakit dan kelaparan. Kerusakan moral akibat pornografi dan pornoaksi, konflik perang saudara, kerusakan sosial masyarakat dengan merebaknya Narkoba, perjudian dan miras, kerusakan lingkungan dan pencemaran limbah.
Karakteristik Penjajah
Dari uraian di atas, maka tepatlah ketika Al-Qur’an menyebutkan tentang karakteristik penjajah, surat An-Naml 34, Dia berkata:
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat”.
Surat Al-Qhashash 4,
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS Al-Qhashash: 4).
Para penjajah memiliki karakteristik internal, yaitu melampaui batas (tughyaan), mendustakan Islam (takdzib), menyimpang (‘ishyaan), dan takabbur atau sombong (‘ulu). Dan puncak kesombongan Fira’un sampai pada batas dia mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa agung yang harus diikuti dan ditaati oleh rakyatnya. Disebutkan dalam surat An-Naa-zi’aat 17-24,
“Pergilah kamu kepada Fir’aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas. Dan Katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. Tetapi Fir´aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya) berkata:”Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.”
Sedangkan sifat eksternal dari Fir’aun diungkapkan dalam surat Al-Qhashash 4, yaitu memecah belah atau menjalankan politik Divide Et Impera (syi’aan), menjadikan lemah dan tidak berdaya kelompok-kelompok yang ada di masyarakat (tadh’iif), merusak lingkungan dan merusak moral rakyatnya (ifsaad), menjadikan rakyatnya rendah dan tunduk kepada kekuasaannya (dzillah) dan puncaknya adalah membunuh (dzabh wal qotl) jika melawan dan bertentangan dengan sikap atau pendapatnya.
Seluruh sifat-sifat penjajah yang ada pada Fir’aun tersebut, sekarang sangat kontras dan nyata ada pada penguasa global dan polisi dunia di era modern, yaitu AS, Israel dan sekutunya.
Wallahu’alam bis-Shawab. Wassalamualaikum Wr. Wb.
(SCC/Iman Santoso/hdn)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17182/penjajahan-al-istikhraab/#ixzz1gKnQDRuS

PKS MENGGONCANG STADION FUTSAL CENTRE PARK
















Jalannya pertandingan futsal antar DPC se Batam dalam rangka PKS 1 Day Futsal Competision di stadion futsal Centre Park Simpang Kara Batam Centre, 11 Des 2011(Tri Danar )


DPD pks kota Batam, dalam rangka meningkatkan ukhuwah antar kader se Batam DPD PKS kota Batam menyelenggarakan Ajang Kompetisi Bergengsi Futsal dengan tema PKS 1 Day Futsal kompetisi. Ajang kompetisi ini di ikuti oleh 13 tim dari seluruh DPC se Batam. Ajang kompetisi ini yang  memperebutkan piala bergilir ini berlangsung  seru dari pukul 07.00 hingga pukul 14.00.
Kompetisi ini berakhir dengan kemenangan tim DPC Sei Beduk sebagai juara pertama dan strikernya meraih gelar pencetak gol terbanyak. Kemudian disusul dengan tim DPC Nongsa sebagai juara II, tim DPC Batu Aji sebagai juara III dan tim Bengkong sebagai juara Harapan I. harapan kedepan dari para peserta adalah semoga ajang semacam ini akan terus terbentuk dan menjadi rutinitas riyadhoh kita.
Dalam ajang ini terbukti sudah bahwa kader PKS bukanlah orang yang hanya bisa khotbah di masjid, demo dan bicara politik saja, tetapi mereka juga menjaga kesehatan jasmani mereka sehingga mempunyai stamina tubuh yang hebat. Ini terbukti dari serunya pertandingan ini berlangsung dan dari gemuruh supporter yang menyemangati tim mereka. Semoga semangat para kader dalam ajang kompetisi ini juga memicu semangat mereka di dalam jalan dakwah.  Allahu Akbar!!!!!!!!! (tri danar, 11/12/11)