Jama'ah Penuh Berkah

Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.

Bekerja Untuk Indonesia

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)

Inilah Jalan Kami

Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)

Biduk Kebersamaan

Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.

Kesungguhan Membangun Peradaban

Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.

Sabtu, 24 September 2011

Seorang anak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan “Perbuatan Luar Biasa”. Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan satu-satunya anak kecil yang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.

Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah, serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.

Sejak ia berusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.

Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.

Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan Papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui.


Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.

Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.

Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yang sakit sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya.

Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli.

Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi / suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu, ia nekat untuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah terampil dan ahli menyuntik.

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,

"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah?

Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"

Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu."

Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab,

"Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!"

Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karena terharu. Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya?

Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, pasti semua akan membantunya.

Mungkin apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

Kisah di atas bukan saja mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman. Seorang anak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang berat selama 5 tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut menjadi sosok anak yang tangguh dan pantang menyerah.

Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak modern. Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan oleh orang tuanya. Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya, meskipun sang anak sudah mampu melakukannya. [inspirasiduniakita]

Air Mata Fadhil

http://abangaboe.files.wordpress.com/2009/05/anak-menangis.jpg
Siang itu aku baru saja menyelesaikan sholat Dzuhur berjama’ah di Masjid Baabut Taubat di komplek Pendidikan Islam Al-Azhar Kemang Pratama. Lega dan senang rasanya hati ini usai bersua dengan Rabb-ku yang terkasih. Kulepaskan semua beban hidup ini pada saat bertemu dengan-Nya dan seusainya maka terasa ringan sekali hidupku. Terasa rehat yang paling menyenangkan adalah sholat, yang mengembalikan semua semangat untuk terus hidup dan istiqomah di jalan-Nya. Apalagi bagi seorang aku yang mengajar anak-anak sekolah dasar kelas 1 dan 2. Hal itu merupakan pengalaman yang baru bagiku. Menghadapi tingkah polah mereka yang beraneka ragam, ada yang baik, ada yang pintar, ada yang nakal, dan tak lupa ada juga yang selalu sulit untuk dikendalikan. Bagiku ini adalah perubahan terbesar dalam hidup. Ya, dari mulanya aku mengajar anak-anak SMA maka sekarang berubah drastis mengajar anak-anak SD. Tapi nikmat apapun yang diberikan oleh Allah, tak lupa selalu kusyukuri.
Usai aku mendoakan murid-muridku agar selalu diberikan jalan yang lurus, bergegas aku beranjak menuju ke ruang guru. Kupakai sendalku dan berjalan seperti biasanya. Tiba-tiba mataku tertuju pada kerumunan anak-anak kelas 4 yang baru saja selesai sholat jama’ah di masjid. Mereka sedang mengerumuni seorang murid yang sedang menangis.
“ Aku ga mau sholat….aku ga mau sholat….” suara anak itu terdengar di antara tangisnya. Beberapa orang temannya berusaha untuk menenangkan dan membujuknya. Beberapa mata orang tua murid yang sedang menjemput anaknya menatapinya.
Aku sebagai satu-satunya guru yang kebetulan ada di situ langsung mendekati anak yang sedang menangis itu. Dia Fadhil, anak kelas 4 yang mudah sekali menangis bila diledek oleh teman-temannya.
“ Kenapa nak?” tanyaku bersahabat.
“ Dia ga mau sholat Pak!” terang salah seorang anak yang mencoba menenangkannya.
“ Kenapa memangnya?” tanyaku lagi.
Tanpa sempat temannya menjawab Fadhil berkata dalam tangisnya.
“ Aku ga mau sholat sendiri…aku gak mau sholat sendiri…aku mau sholat bersama teman-teman…aku mau berjama’ah…Aku ga mau sholat sendiri….” teriaknya dalam isak tangis.
Masya Allah! Aku terperanjat. Seorang anak kelas 4 SD ini begitu inginnya sholat berjama’ah. Subhanallah….Aku merinding sendiri.
Sungguh, aku tak bisa berkata apa-apa lagi selain membujuk teman-teman Fadhil untuk menemaninya sholat. Lalu setelah Fadhil berhasil dibujuk, aku berjalan kembali menuju ruang guru.
Dalam perjalananan dengan jarak sejauh 10 meter itu aku tak henti-henti merasa tertegur dengan air mata yang ditumpahkan oleh Fadhil. Betapa menyesalnya dia tidak sholat bersama teman-temannya sampai harus menumpahkan air mata. Serasa ada sebuah palu godam yang memukul belakang kepalaku. Menyadari diriku bahwa terkadang betapa mudahnya aku menyepelekan sholat berjama’ah. Bila sedang ada pekerjaan yang tanggung untuk diselesaikan aku langsung berkompromi dengan hatiku untuk menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu ketimbang menepati sholat pada waktunya. Betapa terkadang kompromi itu datang setiap waktu bertepatan dengan adzan dikumandangkan. Saat baru pulang dari sekolah, lalu berkumandang suara adzan Maghrib maka akan ada excuse untuk istirahat terlebih dahulu ketimbang sholat maghrib di masjid tepat waktu dan berjama’ah. Ketika perut ini lapar, aku senantiasa untuk mengutamakan kepentingan perut ini. Ah, betapa banyak kompromi dan excuse yang sering aku lakukan dan mengakibatkan aku jarang untuk sholat berjama’ah di masjid.
Teringatlah aku akan kisah di zaman Rasululloh SAW, tentang pemuda yang tidak sholat berjamaa’ah di masjid, maka Rasululloh memerintahkan untuk membakar rumah pemuda itu. Lalu teringat pula aku akan dialog Rasululloh SAW dengan Ummi Maktum tentang sholat berjamaa’ah.
“ Ya Rasululloh adakah kemudahan bagiku untuk tidak sholat di Masjid?” ujar Ummi Maktum seorang yang buta matanya.
“ Wahai Ummi Maktum, apakah panggilan adzan masih terdengar olehmu?” tanya Rasululloh SAW dengan penuh kasih.
“ Masih Ya Rasululloh,” jawab Ummi Maktum.
“ Maka selama kau masih bisa mendengar suara adzan, maka wajiblah bagimu untuk sholat berjama’ah di masjid itu,” senyum Rasululloh mengembang.
Teringat pula aku akan kisah seorang sahabat (aku lupa namanya) yang ketinggalan sholat subuh, sehingga dia sholat secara munfarid. Maka malamnya dia bermimpi sedang menunggang kuda sambil mengejar rombongan orang yang ada di depannya. Esoknya dia menanyakan mimpi itu pada Rasululloh. Beliau SAW menjawab :
“ Itu artinya bahwa seberapa banyak sholat yang kau kerjakan secara sendiri sungguh tak akan dapat menandingi keutamaan sholat berjama’ah,” senyum wajah Sang Purnama itu mengembang kembali.
Ya Allah…..Astaghfirulloh….Air mata seorang murid kelas 4 SD itu kembali mengingatkanku akan satu makna keutamanan sholat berjama’ah. Begitu rindu hatiku untuk senantiasa sholat berjama’ah di masjid saat aku dulu masih aktif di Rohis. Maka ku-azzamkan diriku untuk kembali ke rumah teduh itu, kembali ke masjid untuk melaksanakan sholat berjama’ah. Sebuah aktivitas yang kau bisa dapatkan pahala 27 derajat. Sebuah aktivitas yang sungguh akan membuat hati kita tenang dan menghilangkan segala gundah. Terima kasih Fadhil, atas air mata mu nak yang mengingatkan diriku untuk kembali ke masjid dan sholat berjama’ah.
Ya Allah…..bantu hamba untuk senantiasa sholat bertjama’ah di rumah-Mu yang tenang dan penuh kedamaian. Mari semua, kita budayakan sholat berjama’ah di Masjid. Agar kita tak malu pada Fadhil, yang menangis hanya demi sholat berjama’ah. Apalagi kita kita seorang aktivis dakwah, sudah sepantasnya untuk selalu sholat di masjid berjama’ah. Ayo kembali ke masjid, ayo sholat berjama’ah.
Saat langkah tersendat di kehidupan
Letih karna debu kealpaan
Wajah tak lagi pancarkan keimanan
Tertatih tiada tujuan
Lembar demi lembar hari kulewati
Namun ketenangannya tiada pasti
Mencari kini tempat yang mencukupi
Tuk susun langkah yang lebih pasti
Reff:
Kembali ke masjid teduhkan hatimu
Basuhlah jiwa yang lusuh karena debu
Kembali ke masjid segarkan jiwamu
Sujudlah tawadhu di hadapan Robb-mu
Kembali ke masjid teduhkan hatimu
Basuhlah jiwa yang lusuh karena debu
Kembali ke masjid segarkan jiwamu
Tercurah hanya tuk keridhoan Robb-mu
(Nuansa)
Bekasi, 21 Desember 2009, 14.18 am
Yasser AS
At Lab komputer SDI Al-Azhar 9 KP
Sungguh Ya Allah aku rindu akan masa-masa dulu.
Andai Kau mewujudkannya kembali untukku….

Senja di Tepi Danau Michigan

 
“ Duduk di sini saja Sarah, ” Pamela Lee-Haughton berhenti berjalan. Di hadapannya sekarang telah ada sebuah bangku panjang bercat putih berdiri kokoh di tengah rerumputan yang menghadap ke tepi Danau Michigan. Sore itu dia dan pasiennya, Sarah Brightman, tengah berjalan-jalan di Michigan Park yang berada di tepi Danau Michigan.
 
Sarah duduk perlahan di bangku panjang itu. Penampilannya sederhana sekali. Dia memakai rok panjang bermotif bunga-bunga coklat dipadu dengan atasan kaus turtle neck. Sebuah scarf berbahan licin dengan motif bunga-bunga menutupi kepalanya. Sebuah syal wool melingkar di lehernya.
 
Pamela hanya bisa menatapnya saja. Sarah merupakan pasien baru di tempatnya bekerja, Germaine Nichols Rehabilitation, sebuah tempat untuk orang-orang yang kecanduan drugs. Dua hari yang lalu orang tua Sarah membawanya kesini. Lalu Mrs. Elaine Joyner, kepala di rehabilitasi itu menyuruh Pamela merawatnya. Mrs. Joyner hanya memberikan data yang sedikit tentang Sarah. Dia berasal dari keluarga kaya di Boston. Seorang mahasiswi sophomore di Harvard University jurusan Astronomi. Gadis yang cemerlang. Tapi sayang dia harus mengalami kecanduan. Mrs. Joyner hanya mengatakan bahwa Sarah hanya kecanduan. Dan Mr dan Mrs Brightman membayar mahal perawat yang akan menjaganya.
 
“ Kau suka suasana hari ini Sarah? “ Pamela memulai pembicaraan. Dua hari belakangan ini dia tidak pernah mendengar Sarah berbicara. Kecuali kalimat “ Dia mencintaiku,” yang sering sekali diucapkannya.
 
Sarah tak bergeming. Dia masih menatap lurus ke depan. Ke tepi tanpa batas di Danau Michigan. Ada sinar di kedua bola matanya.
 
“ Kau tidak suka padaku Sarah? “ Pamela berusaha menggali pertanyaan lagi. Tapi yang didapatinya lagi-lagi sebuah kenihilan. Sarah masih tetap tak bergeming.
 
“ Baiklah, mungkin kau sedang menikmati suasana senja ini. Memang sangat indah. Michigan memang satu tempat terindah di negara ini. ” kata Pamela. Dia pura-pura menghirup udara senja hari. Matanya masih mengawasi Sarah.
 
“ Dia mencintaiku,” setelah beberapa saat Sarah berkata. Sangat pelan. Tetapi untuk suasana hening di tepi danau, suaranya bisa terdengar oleh Pamela.
 
Pamela tersedak. Itu lagi yang dikatakannya. Selalu begitu sejak awal dia masuk ke tempat ini. Kalimatnya selalu sama, He does love me. Tanpa sedikit pun Pamela tahu apa maksudnya. Sore ini dia tergelitik untuk bertanya, setelah selama ini dia tak pernah menghiraukannya.
 
“ Who does love you Sarah? “ tanya Pamela sembari memalingkan wajah ke arah Sarah. Menatapnya lekat.
Sarah tetap terdiam. Mulutnya berkomat-kamit sendiri. Like a spell! Pikir Pamela. Tapi dia tak tahu apa yang diucapkannya.

“ Siapa Sarah? “ desak Pamela pada akhirnya.
 
Sarah mulai memalingkan wajahnya. Tersenyum tipis ke arah Pamela masih dengan matanya yang bersinar. Sebait kata kemudian terlantun dari bibirnya yang mungil.
 
“ He, “ hanya itu tak lebih. Dia lalu berpaling lagi.
He? Dia? Siapa dia? Kening Pamela berkerut. Dia tersesat pada sebuah jawaban yang membingungkan. Dia siapa yang dimaksud Sarah?
“ Dia siapa maksudmu? “ tanya Pamela lagi. Dia tak ingin tersesat pada sebuah jawaban yang membingungkan.
“ Dia saja,” Sarah tidak berpaling.
“ Kekasihmu? Temanmu? Siapa dia? Can you give some explain, please? “ bujuk Pamela.
“ More than lovers…more than friends…Dia saja,” tak lebih keterangan yang diberikan Sarah. Membuat Pamela semakin tersesat pada sebuah jawaban.
 
Lebih dari kekasih? Lebih dari teman? Suamikah? Anakkah? Atau apakah Sarah sudah tidak perawan lagi. Lalu sang kekasih meninggalkannya pergi. Atau kekasihnya sudah meninggal dunia dan meninggalkannya sendiri? Ah, Pamela menjadi pusing sendiri.
 
“ Besok Mrs. Joyner akan meminta laporan tentang kau dariku. Apakah kau punya ide apa yang harus kukatakan Sarah? “ Pamela mengalihkan pembicaraan. Dia tak ingin lebih tersesat lagi. Dia tahu, Sarah tak akan memberikan jawaban yang lebih jelas lagi.
 
Sarah masih terdiam. Matanya memandangi ketenangan air yang berkilauan diterpa cahaya matahari. Sesekali dia juga melihat ke arah gugusan angsa yang terbang ke selatan. Seukir senyuman menghiasi bibirnya. Hembusan angin memainkan scarf di kepalanya.
 
“ Katakan apa yang kau mau, “ jawab Sarah pada akhirnya.
 
Pamela mengangguk pelan. Dia senang Sarah akhirnya mau berbicara, walaupun hanya sebentar. Selama dua tahun bekerja di tempat ini tak pernah dia mendapatkan pasien setenang Sarah dan sehemat Sarah dalam berbicara.
 
“ Ok, akan kukatakan sesuai dengan realita. Kau sudah tidak kecanduan lagi. Mungkin Mrs. Joyner akan memperbolehkanmu pulang. Hanya saja akan kukatakan juga padanya bahwa kau terlalu hemat dalam berkata-kata.” Pamela mencoba untuk bergurau. Dia tertawa kecil. Hanya saja Sarah tidak meresponnya. Dia berhenti tertawa.
 
“ Tapi aku masih kecanduan. Mrs. Joyner pasti tidak akan memperbolehkan aku pulang. Dan kurasa aku tak ingin pulang. Akan ada masanya aku pergi dari tempat ini. Tapi bukan pulang, melainkan pergi ke suatu tempat untuk bertemu yang mencintaiku,”
 
Pamela sedikit terkejut dengan kata-kata yang diucapkan Sarah. Jawaban terpanjang yang diterimanya selama ini. Tapi? Masih kecanduan? Bahkan Pamela bisa menjamin seratus persen, sejak datang ke sini hingga saat ini dia tidak pernah melihat Sarah menggunakan obat-obatan terlarang. Kecuali memang hanya melakukan gerakan-gerakan aneh yang rutin sambil menutupi hampir semua bagian tubuhnya. Tapi menurut Pamela hal itu tidak membahayakan.
 
“ What do you mean with still addicted? I don’t understand. I never watched you use some drugs since you came in here.” Tanya Pamela lagi. Tapi dia baru menyadari bahwa Sarah kemungkinan besar tak akan menjawab pertanyaannya.
 
Tetapi Pamela keliru.
 
Sarah tersenyum. Dia balas menatap wajah Pamela yang terlihat bingung dengan pakaian seragam terusannya berwarna hijau pastel.
 
“ You so innoncent Pam. Mrs. Joyner tidak memberitahumu. Kau tidak pernah heran kenapa orangtuaku mau memberikan bayaran tinggi untuk menjagaku? Aku bukan kecanduan hal-hal seperti itu. Aku kecanduan sesuatu yang lain. Sesuatu yang bisa membuatku berpikir bahwa aku rela mati untuk candu itu. Sesuatu yang sangat ditakuti orangtuaku. Some other things.” Jelas Sarah.
 
Pamela terkejut untuk kedua kalinya untuk jawaban yang tak dikiranya. Dia lalu berpikir cepat.
 
Candu yang lain? Mrs. Joyner tidak berkata apa-apa selain mengatakan bahwa Sarah Brightman kecanduan. Setelah itu dia tidak berkata apa-apa lagi. Lalu Mr dan Mrs. Brightman hanya mengatakan jaga Sarah dan keduanya akan membayar Sarah mahal. Tak lebih. Lalu apa yang dimaksud Sarah? Apakah dia kecanduan hal yang lain? Yang lebih membayahakan? Sex? Sarah tak bisa membayangkan. Untuk kedua kalinya pikirannya tersesat..
 
“ Lalu apa? “ tanya Pamela semakin antusias. Hari ini ia ingin menuntaskan rasa ingin tahunya.
 
Sarah kembali diam. Pamela rasa dia berpikir. Suasana di Michigan Park masih tetap tenang dan damai. Di ufuk Barat matahari mulai menurun. Pamela ingin jawabannya tuntas sebelum malam tiba.
 
“ Kau pernah berpikir untuk apa kau hidup Pam? “ tanya Sarah dalam.
 
Pamela terdiam sesaat kemudian, “ untuk bekerja dan meneruskan keturunan. Membahagiakan sesama dan orang-orang yang kau cintai.”
 
“ Kau pernah berpikir untuk meninggalkan dan mengabaikan orang yang memberikan segalanya padamu? Orang yang saat kau menghianatinya dia dengan mudahnya memaafkanmu dan bahkan menambahkan kecintaannya? Orang yang setiap hari rasa cintanya bertambah untukmu? Pernah Pam? “ seperti pisau kalimat yang dilontarkan Sarah pada Pamela.
 
“ Tak mungkin. Aku tak akan mungkin pernah bisa meninggalkan orang seperti itu ! ” jawab Pamela. “ Tapi apakah orang seperti yang kau maksud ada? Apakah dia yang selalu kau katakan ‘mencintaimu’ ? “
 
Sarah membeku kembali. Membuat suasana hening dan tak bergeming. Hanya ada suara tiupan angin. Pamela menunggu dengan tidak sabar.
 
“ Ada sesuatu yang seperti itu. Bahkan melebihi itu. Dan aku kecanduan hal tersebut. Yang menurut orangtuaku lebih parah daripada sekedar kecanduan drugs. Yang membuat mereka risau. Karena mereka tahu, candu ini yang akan bisa membuatku berpisah dari mereka.” pelan Sarah berkata. Matanya tertuju ke langit jingga di angkasa raya.
 
“ Candu apa itu? “ tanya Pamela. Dia tahu Sarah adalah anak satu-satunya dari keluarga Bright. Hingga wajar bila karena candu ini Mr dan Mrs Bright takut berpisah dengannya.
 
Sarah tak segera memberi jawaban. Matanya tak lepas memandang alam sekitar. Lalu sebulir air jatuh dari matanya yang bersinar.
 
Pamela takjub. Sarah menangis. Apa yang membuatnya menangis? Candu itukah?
 
“ Pam, kau yakin ada kehidupan setelah kau meninggalkan dunia ini? “ satu pertanyaan lagi dilontarkan Sarah. Pamela tersentak. Sangat filsafat sekali.
 
“ I’m not really sure. Mungkin setelah mati kita hanya menjadi bangkai saja. Setelah itu melebur bersama tanah. No more life again. Tinggal ruh kita berada di tangan Tuhan. Tapi aku tak sepenuhnya percaya Tuhan. Bagiku hal-hal seperti itu sangat absurd dan nol besar.” Jawab Pamela. Dia memang seorang Katholik, tetapi selama di Germaine Nicols dia mencoba untuk menjadi Atheis sepenuhnya.
 
“ Jawaban yang tidak bijak.” Sarah berpaling ke arah Pamela. “ Siapa yang menciptakanmu dengan begitu sempurna? Kau mau karya lukisanmu yang bagus diberikan percuma tanpa bayaran? “ Sarah terlihat sedikit ketus. Pamela tak tahu harus berbuat apa.
 
“ Aku tidak naif Sarah. Im just like an ordinary girl in America. Agama adalah sesuatu yang tidak begitu penting.” Jawab Pamela pada akhirnya.
 
“ Tapi pernahkah kau berpikir tentang surga dan neraka ? “ tanya Sarah lagi. Pamela hampir tak percaya saat Sarah mencecarnya terus.
 
“ Tergantung pribadi masing-masing Sarah. Tapi bagiku,….” Kata-kata Pamela terhenti. Kenapa dia jadi ragu untuk mengatakan bahwa neraka dan surga memang tidak ada?
 
“ Kau orang yang nol besar Pam! “ kata-kata Sarah menyerang Pamela yang terlihat sedang kebingungan. Lalu dia terdiam.
 
Pamela nyaris tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Sarah memang gadis yang cerdas. Dia tidak mungkin meneruskan perbincangan tentang keyakinan tadi. Lalu suasana hening untuk sesaat.
 
“ Lalu candu apa yang membawamu ke sini ? “ Pamela bertanya lagi pada akhirnya. Dia ingin menggali informasi lebih banyak dari Sarah sore ini.
 
Sarah kembali terdiam. Wajahnya masih lurus memandang Danau Michigan. Butir-butir bening semakin banyak berloncatan dari mata beningnya.
 
“ Apa kau akan percaya padaku setelah aku mengatakan apa yang menjadi canduku? “ tanya Sarah tanpa menoleh. Pamela hanya mengangguk, tapi dia segera tersadar bahwa Sarah tak akan melihat anggukannya.
“ Eh, ya. I try.” Jawab Pamela.
 
Sarah terdiam lagi beberapa saat. Pandangan matanya lalu dialihkan ke atas mega jingga yang memenuhi hampir sebagian langit. Haruskah dia berkata pada Pamela? Seorang perawat yang belum terlalu lama dikenalnya? Mungkinkah Pamela bisa membantunya? Ada segudang pertanyaan timbul di benak Sarah. Tapi langit jingga menjadi jawaban untuknya.
 
“ Aku kecanduan Rindu akan sebuah Dzat, ” Sarah berkata pada akhirnya. Tak lebih. Dia lalu kembali terdiam. Sekarang dia menyerahkan sepenuhnya penafsiran kepada Pamela.
 
Pamela mengerutkan keningnya. Rindu Dzat? Apa yang dimaksud Sarah? Dzat apa? Apakah dia termasuk pemuja sesuatu dzat? Pengikut suatu sekte? Pamela semakin tak mengerti dengan yang terjadi pada Sarah. She so complicated. Pamela bertambah runyam.
 
“ Satu saat kau juga akan mengerti Pam. Aku percaya pada gadis cerdas sepertimu. Hanya saja kau tinggal menunggu waktu yang tepat. Kau juga akan mengalami candu itu. Karena itu adalah candu yang memang harus diderita oleh semua manusia. Semua orang yang berakal akan mengalami kecanduan seperti yang kualami. ” Sarah seolah membaca kebingungan Pamela. Tapi alih-alih menjawab kebingungan Pamela, Pamela bertambah bingung dengan kalimat terakhir yang dikatakan Sarah.
 
Sarah lalu bangkit. Dia sedikit merapikan busananya. Dia menatap Pamela sekali lagi lalu berpaling.
 
Pamela mengikutinya. Dia melirik ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Enam lima belas menit.. Dia tahu sebentar lagi, sesampainya di panti, Sarah akan melakukan gerakan-gerakan yang aneh lagi. Tapi itu sudah biasa baginya. Dia masih ingin tahu tentang Sarah lebih banyak. Mungkin kali lain. Dia akan mengajak Sarah berbicara lebih banyak. Awal pembicaraan saat senja di tepi Danau Michigan baginya sudah menjadi awal yang baik. Masih banyak waktu untuk kembali lagi ke sini.
 
“ Baiklah Sarah, sudah saatnya kita kembali ke panti. “ ujar Pamela pada Sarah yang memang sudah bersiap untuk kembali.
 
Lalu dalam hening keduanya berjalan beriringan. Matahari sudah semakin tenggelam. Bunyi suara angSa terdengar samar-samar di angkasa. Jingga hampir sepenuhnya berubah menjadi abu-abu. Beberapa anak muda yang ingin berkemah terlihat sudah mulai memasang tendanya. Keduanya masih berjalan dalam diam dengan Pamela masih menyimpan seribu tanya yang ingin dikatakannya kepada Sarah.
 
***
 
Pamela Lee-Haughton berjalan gontai memasuki sebuah ruangan yang terletak di sudut panti. Hari ini dia akan berpamitan dengan Mrs. Joyner. Dua hari yang lalu dia sudah mengajukan surat pengunduran diri sebagai perawat di Germaine Nichols. Alasan yang diberikannya pada Mrs. Joyner hanyalah dia ingin mencari suasana baru. Dan seperti biasa, tanpa banyak tanya Mrs. Joyner memperbolehkannya. Walaupun sebenarnya Mrs. Joyner tak ingin kehilangan perawat sehebat Pamela, tapi dia harus profesional. Dan hari ini Pamela sudah harus pergi.
 
“ Silakan masuk Ms. Haughton, ” suara parau Mrs. Joyner terdengar dari balik pintu. Wanita tua itu terlihat sedang duduk membelakangi meja kerjanya. Sebuah kacamata bertengger di hidungnya. Rambutnya yang dulu hitam sekarang sudah sebagian memutih. Tapi guratan ketegasannya masih sangat terlihat jelas di mata Pamela.
 
Pamela tersenyum kecil. Dia lalu duduk di kursi yang ditunjuk oleh Mrs. Joyner. Memang sulit baginya untuk berpisah dengan Germaine Nichols termasuk dengan Mrs. Joyner. Tapi ada satu hal yang menyebabkan dia harus pergi dari sini.
 
“ Baiklah, kau harus pergi sekarang. Kuharap kau bisa menemukan tempat yang lebih baik dari sini. Sayang, Germaine Nichols akhirnya harus kehilangan seorang nurse sehebat kau. Beruntung sekali tempatmu nanti bekerja mendapat orang sehebat kau. “ untuk pertama kalinya Mrs. Joyner tersenyum pada Pamela.
 
Pamela memerhatikan dengan seksama setiap air muka Mrs. Joyner. Dia ingat kejadian dua tahun yang lalu saat Mrs. Joyner memarahinya habis-habisan.
 
Ketika itu Pamela baru saja membuka mata di kamarnya saat Mrs. Joyner berteriak padanya. Dia sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Lalu seorang rekan perawat memberitahunya bahwa pasien Pamela, Sarah Brightman telah melarikan diri! Pamela terkejut bukan main. Padahal hari itu dia sudah berencana untuk bertanya lebih banyak pada Sarah setelah kemarin harinya mereka berdua berbincang-bincang di tepi Danau Michigan. Tapi…… Bukan hanya Mrs. Joyner yang memarahinya, Mr dan Mrs. Brightman juga langsung mendampratnya. Pamela sungguh tak mengerti apa maksud Sarah melarikan diri. Di kamarnya, Pamela menemukan surat yang ditulis khusus untuknya :
 
Dear Pam,
 
Maafkan aku sebelumnya. Aku tak ingin menyusahkanmu sebenarnya, tapi candu itu membuatku harus melarikan diri. Kau tak perlu takut dengan keadaanku nanti karena ada yang mencintaiku akan selalu bersamaku. Maaf Pam.
 
Pam, aku tahu kau pasti ingin tahu apa candu yang membuatku jadi begini. Maaf kalau sebelumnya tak pernah bicara denganmu. Tapi hari ini akan kusebutkan candu itu.
 
Semoga kau bisa mengerti dan senja di tepi Danau Michigan bisa menjadi awal jalan untuk kau mengikuti jejak langkahku.
 
Yours truly,
Sarah
 
Pamela saat itu sangat terkejut luar biasa. Sarah menyimpan harapan padanya. Lalu selembar lagi kertas jatuh, dan disitu tertera sebuah coret-coretan dan kata yang menjadi candu bagi Sarah selama ini. Akhirnya Pamela pun mengetahuinya.
 
Dan sejak itulah Pamela mulai mencari informasi lebih banyak tentang candu tersebut. Hingga akhirnya, dia menemukannya. Dan sekarang dia baru merasakan hal seperti yang dialami Sarah. Dia juga sudah menjadi pecandu!
 
“ Pam,”
 
Pamela tersentak. Dia tersadar dari lamunannya. Mrs. Joyner menatapnya lagi.
 
“ Kau baik-baik saja Pam? “ Mrs. Joyner terlihat sedikit khawatir.
“ Eh, ya, aku baik-baik saja. Don’t worry.” Kata Pamela gelagapan.
 
Setengah tidak yakin Mrs. Joyner memperhatikan wajah tirus Pamela. Gadis itu baginya terlihat kurang sehat. Sepertinya pelarian Sarah Brightman berdampak juga baginya.
 
“ Baiklah, jika kau baik-baik saja. Ini Pam, uang gajimu yang terakhir. Kuberikan dua kali lipat untukmu. Ini juga ada kiriman dari Pendeta Samuel Brightman dan istrinya Sharon, sebagai tip untuk dirimu dulu saat menjaga Sarah. Maaf kalau aku menyebutkan namanya lagi. Mungkin kau berusaha untuk melupakannya. Maaf.” Mrs. Joyner memberikan dua amplop putih kepada Pamela, sedikit penyesalan terlihat di wajah tuanya.
 
Pamela agak ragu untuk menerimanya. Tapi dia memang butuh uang yang sudah menjadi haknya.
 
“ Aku terima gajiku saja. Saat ini aku tidak butuh banyak uang. Uang dari Mr dan Mrs. Brightman kusumbangkan saja semuanya untuk panti ini.” Agak ragu Pamela mengambil satu amplop putih.
 
“ Terserah kau Pam. Kuharap selepas dari sini kau menemukan tempat bekerja terbaik bagimu. Aku berdoa untukmu. Satu hal lagi, aku minta maaf untuk masalah Sarah Brightman tempo hari. Aku dalam kondisi yang panik dan tidak rasional. Tolong maafkan aku. “ Mrs. Joyner terlihat sedikit memelas.
 
Pamela hanya tersenyum. Baginya Sarah Brightman memberikan kesan yang tersendiri untuknya. Kesan yang membantu dia menemukan jalan kedamaian pada akhirnya setelah dua tahun dia mencari candu itu. “ Doesn’t really matters Madame,”.
 
Lalu Pamela pamit pada Mrs. Joyner. Untuk pertama kalinya Pamela melihat Mrs. Joyner menangis. Setelah keduanya berpelukan, Pamela segera pergi.
 
Suasana di alam Michigan terlihat begitu sejuk. Sebentar lagi malam akan menjelang. Saat winter begini Pamela berharap bisa menemukan kehangatan dengan segera. Dia berjalan perlahan menuju halte bis yang tak jauh dari Michigan Park. Saat melihat tempat tersebut ada berjuta kenangan tentang Sarah menyeruak kembali. Sebuah skenario yang menuntunnya untuk menuju ke jalan kedamaian.
 
Pamela merapikan lagi topi woolnya. Sebentar lagi dia akan menemukan kehangatan. Sore itu dia memakai jas, sepatu boot, wool dan topi kupluk. Dia akan segera ke Illinois. Menemui rekannya, calon keluarganya, kehangatan, dan orang sudah lama dia rindukan. Setelah itu dia akan menemui keluarga besarnya di Chicago untuk berpamitan.
 
Pamela mengeluarkan sebuah surat yang diterimanya tiga hari yang lalu…
 
Akan menikah Aisha Kabeer (Sarah Brightman) dengan Muhammad Ramadhan (Alexander Creek) di Hall Islamic Center Illinois tanggal 9 November.
 
Akan ada tangis bahagia untuk Sarah dan dirinya. Tentang sebuah candu kerinduan akan sebuah Dzat. Dia ingat pembicaraan di telepon tadi pagi dengan Sarah.
 
“ Aku ingin datang ke pesta pernikahanmu,”
“ Aku menunggumu,”
“ Tapi aku ingin menjadi seperti dirimu terlebih dahulu. Aku sudah menjadi pecandu…”
“ Pam? You? Subhanallah!!! Allahu Akbar!!! “
Keduanya lalu sesegukan.
 
Bis yang menuju Illinois tiba di halte Michigan. Dengan sigap Pamela dan beberapa orang lain naik ke dalam bis itu. Selamat tinggal Michigan. Sebuah memori indah tentang hidayah tak akan terlupakan di sanubari Pamela.
 
Sebuah kertas terjatuh dari tas Pamela yang tak tertutup dengan sempurna. Bis lalu berangkat. Kertas itu melayang tertiup angin Danau Michigan. Kertas itu yang dulu menjadi jawaban Sarah akan candunya. Disitu tertera sebuah nama yang sekarang tak asing bagi Pamela. Sebuah Dzat yang dirindui dan menjadi candunya. Di situ tertulis : ALLAH dan satu ayat surat Ali-Imron.

Semilir angin Michigan lalu bertiup menerbangkan kertas itu semakin jauh.***(YASS)


12 Ramadhan 1425 H
Tuk seseorang atas perhatiannya
 
*Sumber : http://www.islamedia.web.id/2011/09/senja-di-tepi-danau-michigan.html

Islamic Centre telah dibuka di New York

http://garbage.worldnewsco.com/wp-content/uploads/2011/09/Park51-Islamic-Cultural-Center.jpg
Sebuah Islamic Centre telah dibuka dengan mengambil lokasi di dekat tempat penyerangan 11 September di New York dan tanpa ada protes dari pihak yang selama ini memberikan penentangan.

Ratusan orang mengunjungi pameran untuk menandai pembukaan Rabu (21/09) malam, di kawasan tidak jauh dari gedung World Trade Centre yang diserang tanggal 11 September 2001.

Tahun lalu, para pendukung pengembangan Islamic Centre itu bentrok dengan mereka yang menentang dibangunnya tempat yang mencakup fasilitas mushola itu.

Islamic Centre yang disebut Park 51 itu terbuka untuk semua orang dan juga mencakup tugu peringatan serangan 11 September.

Ketua Park 51 Sharif El-Gamal mengatakan, fasilitas itu menunjukkan keragaman penduduk kota New York.

"Kami ingin memberikan sesuatu kepada New York, kepada setiap anak dan setiap orang. Pameran ini menunjukkan apa yang kami junjung yaitu masyarakat, pembangunan dan keragaman," kata El-Gamal.

Gamal menunjuk bentuk keragaman itu dalam salah satu karya yang dipamerkan, foto anak-anak New York oleh fotografer Danny Goldfield, seorang Yahudi.

Goldfield terinspirasi oleh cerita Rana Sodhi, seorang pemeluk Sikh yang pindah dari India ke Arizona. Kakaknya Balbir tewas terbunuh karena aksi balas dendam dengan latar belakang kebencian ras, empat hari setelah serangan 11 September.

"Mereka ingin membangun fasilitas untuk setiap orang dan itu terwakili di dinding-dinding pameran ini," katanya.

Islamic Centre ini sendiri belum selesai dibangun sepenuhnya.

Sharif El-Gamal mengatakan, gedung tingkat 15 ini mencakup auditorium, program pendidikan, kolam renang, restauran, studio seni, dan fasilias untuk anak.

Ia menambahkan, yang paling diperlukan di kawasan Manhattan adalah masjid untuk menampung ribuan Muslim yang bekerja atau tinggal di kawasan itu.

"Hari ini untuk pertama kalinya, semua orang bisa menyaksikan langsung sekilas bagaimana bentuk Park 51," kata El-Gamal.*.[hidayatullah/syaiful.i]

Dahulu Mereka Adalah Rijal, Kini Menjadi Buih

http://reputationonline.co.uk/files/2011/06/hand-waving-goodbye.jpeg
Sungguh, da’wah ini tidak akan mengalami kerugian sama sekali dengan adanya da’i yang insilakh (ter-eksitasi). Sebab, Allah Jalla wa ‘Ala Maha Berkuasa Atas Segalanya, akan menggantikan mereka dengan kaum yang lebih baik, kaum yang siap berjihad fisabilillah, dengan harta dan jiwanya. Janganlah mereka mengira, absennya mereka dari da’wah membuat da’wah goncang dan merasa kehilangan. Masih banyak abna’ul islam yang antri untuk memperjuangkan agama ini, dan meninggikan panji-panjinya. Untuk itu adalah hal yang mudah bagi Allah Jalla wa ‘Ala.

Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam surat at Taubah (9):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

إِلَّا تَنفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


38. Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.

39. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya menjelaskan, bahwa ayat di atas, tidak ada perbedaan pendapat, turun ketika perang Tabuk tahun ke 9 setelah hijrah, ketika banyak manusia yang menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk berangkat ke Tabuk. Pada ayat 38 kalimat tanya, ‘Apakah sebabnya jika dikatakan kepadamu’ merupakan pengingkaran dan celaan (lil inkar wat tawbikh) atas perilaku mereka yaitu ayyu syai’ yamna’ukum min dzalik, apa yang menghalangi kalian untuk berangkat (an nafr). An Nafr adalah bertolak secara cepat dari satu tempat ke tempat lain karena adanya perintah. Apakah halangan itu adalah kenikmatan dunia? (dalam kitab lain disebut bahwa saat itu sedang musim panen kurma) Padahal ia tidak seberapa dibanding kenikmatan akhirat yang abadi.

Ayat 39, kalimat Illa tanfiruu (jika kamu tidak berangkat untuk berperang), ini merupakan peringatan yang keras, dan ancaman yang amat serius atas orang-orang yang tidak mau an nafr (berangkat jihad) ke Tabuk bersama Rasulullah Shailallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yu’adzdzibukum ‘adzaaban aliima artinya kalian akan dibinasakan dengan adzab yang keras dan menyakitkan. Ada yang mengatakan di dunia saja, ada pula yang mengatakan lebih dari itu.

Wa yastabdil qauman ghairakum artinya Allah Jalla wa ‘Ala akan jadikan untuk RasulNya pengganti kalian dari kalangan orang-orang yang tidak santai dan menunda-nunda memenuhi panggilannya. Siapakah kaum itu? Ada yang mengatakan penduduk Yaman, ada pula yang menyebut Persia, namun tak ada keterangan spesifik tentang ini. FirmanNya: Wa laa tadhurruu hu syai’a (dan kamu tidaklah memberi kemudharatan kepadaNya sedikit pun), masih berkait dengan yastabdil (diganti), adapun dhamir (kata ganti orang/pronomina) hu disebutkan untuk Allah, dan ada juga pendapat menyebutkan hu tersebut untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Jadi maknanya: Sama sekali tidak memudharatkan Allah jika kalian meninggalkan perintah untuk an nafr (berangkat jihad), dan sama sekali tidak merugikan RasulNya jika kalian tidak menolongnya dengan an nafr bersamanya. FirmanNya: Wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir (Allah Maha Kuasa atas Segala sesuatu) maksudnya diantara kekuasaanNya adalah Dia mengadzabkan kalian dan mengganti kalian dengan kaum yang lain. Sampai di sini dari Imam Asy Syaukani.

Demikianlah, Allah Jalla wa ‘Ala sangat mampu membuat rijal-rijal baru untuk menggantikan yang lama yang telah menjadi buih. Buih benda yang amat ringan dan mudah terombang ambing. Tentunya, sudah tidak berharga.

Bagaimana Rijal yang Dimaksud?

Siapa dan bagaimana rijal yang diinginkan? Apakah sekedar laki-laki sesuai dengan makna bahasanya? Tidak! Rijal di sini adalah rijal yang digambarkan oleh Al Qur’an, bahkan bukan monopoli kaum laki-laki, sebab secara nilai dan esensi bisa saja kaum wanita lebih ‘rijal’ (baca: pejuang) dari laki-laki.

Inilah Rijal itu

1. Menepati janjinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk mati syahid

Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam surat Al Ahzab (33):

مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا


23. Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya),

Ayat ini turun lantaran tekad seorang sahabat yakni Anas bin an Nadhar Radhiallahu ‘Anhu yang luput darinya perang Badr, sehingga ia tidak bisa jihad bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat itu, ia berjanji akan ikut menemani jihad Rasulullah di Uhud, ketika terjadi peperangan ia terbunuh dengan tujuh puluh luka tombakan, lalu turunlah ayat di atas (HR. Muslim)

Kekuatan untuk menepati janji inilah yang menyebabkan Anas bin An-Nadhr ra (paman Anas bin Malik ra) membuktikan respon spontan kepada Sa’ad bin Mu’adz ra tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya:

يا سعد، الجنة.. إني لأجد ريحها من دون أحد

Ya Sa’ad ! Surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud..

Kemudian beliau maju menjemput syahid sehingga jenazahnya tidak dapat dikenali kecuali oleh saudara perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq ‘alaih - Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits no 1317).

Rijal seperti ini tidak bisa diam walau sejenak, ia selalu bergerak bersama da’wah atau para da’inya. Ia sedih jika tidak bersama mereka, menangis jika ketinggalan qafilah da’wah.

2. Berjiwa Pemimpin


Inilah ciri rijalud da’wah selanjutnya. Bermental pemimpin; cerdas, kuat, terjaga, amanah, dewasa, bertanggung jawab, siap menerima kritik, adil, melindungi dan mengayomi. Walau sewaktu-waktu ia harus siap menjadi prajurit, tanpa merasa direndahkan sebagaimana Saifullah al Maslul (pedang Allah yang terhunus) Khalid bin Walid Radhiallahu ‘Anhu.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam surat An Nisa’(4):

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...

Ayat ini merupakan ayat yang sharih (jelas) bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita, bukan hanya di rumah tangga tetapi juga dalam jamaah da’wah dan negara. Sebagian kaum rasionalis liberal mengatakan bahwa ayat ini hanya menunjukkan bahwa kepemimpinan laki-laki hanya pada rumah tangga. Ini pemahaman yang perlu dikoreksi. Dalam ushul fiqih ada istilah qiyas aula, contohnya, Allah ‘Azza wa Jalla melarang keras seorang anak berkata ‘uh’ terhadap kedua orang tuanya, nah jika ‘uh’ dilarang keras apalagi lebih dari itu seperti menganiaya secara fisik. Begitu pula dalam masalah ini, jika wanita bukanlah pemimpin di rumah tangga, apalagi yang lebih tinggi dan kompleks dari itu seperti Negara.

Namun, tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit lelaki yang bukan rijal! Ia lebih lembek dari tahu, dan lebih lunak dari keong siput. Ini menjadi berita duka cita bagi kaum laki-laki. Juga tidak dipungkiri,,tidak sedikit wanita kuat bermental baja dan bernyali singa. Merekalah mujahidah yang di tangannya lahir singa-singa da’wah dan jihad seperti Kamaluddin as Sananiry, Marwan Hadid, Said Hawwa, ‘Imad ‘Aqil, Muhammad Fathi Farhat, ‘Abdullah ‘Azzam, dan lain-lain. Merugilah para ibu yang tidak mampu membentuk pribadi-pribadi seperti mereka. walau Anda bukan pemimpin, tetapi di tangan Andalah lahirnya para pemimpin dan pahlawan.

3. Selalu Berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla

Rijalud Da’wah, sesibuk apapun, tidak akan lepas darinya dzikir kepada Allah, baik lisan atau hati, baik sendiri atau kermaian, baik lengang atau sibuk. Berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla merupakan manifestasi dari mahabbatullah, sebab katsratudz dzikri (banyak mengingat) merupakan salah satu ‘alamat (tanda) jatuh cinta kepada Allah Ta’ala. Lebih dari itu, karena rijalud da’wah mengerti betapa dahsyatnya hari pembalasan itu.

Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam surat An Nur (24):

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

37. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya mengatakan: Inilah sifat rijal, kesibukkan mereka dalam perniagaan dan jual beli tidaklah melalaikan mereka dari mengingat Allah. Dikhususkannya perniagaan karena itu adalah kesibukkan yang paling besar bagi manusia. Ada pun perbedaan antara at tijaarah (perniagaan) dan al bai’(jul beli), adalah kalau at tijaarah aktifitas dagang bagi musafir, sedang al bai’ aktifitas dagang bagi yang mukim, sebagaimana yang dikatakan Imam al Waqidy.

Syahidul Islam, Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata dalam sepuluh wasiatnya: Qum ilash shalah mataa sami’ta an nidaa’ mahma takunuzh zhuruf (dirikanlah shalat ketika engkau mendengar panggilannya, bagaimanapun keadaanmu).(Risalatut Ta’alim wal Usar, hal. 39. Darut Tauzi’ lith thiba’ah al Islamiyah, 1984)

Responnya cepat terhadap hak ibadah seperti; tepat waktu, menjaga adab-adab dan rutinitasnya. Sehingga ia menjadi contoh bagi orang yang berinteraksi dengannya. Tanpa ia berda’wah secara lisan (lisanul maqal) pun, manusia sudah bisa merasakan ajakan kebaikan melalui perilakunya (lisanul haal).

4. Memakmurkan Mesjid

Aktifitas Rijalud Da’wah selalu terpaut dengan mesjid, bukan semata-mata badannya, tetapi hati dan akhlaknya. Di mana ia berada, tidak pernah menanggalkan akhlak mesjid, yaitu taqwa.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari akhir nanti, diantaranya): ……… Rajulun qalbuhu mu’llaqatun fil masjid (seseorang yang hatinya terpaut dengan mesjid) (HR. Muttafaq ‘Alaih. Riyadhus Shalihin, hadits no. 376)

Dari Abu Dzar dan Mu’adz bin jabal Radhiallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda: “Bertaqwallah kalian di mana saja berada, dan ikutilah berbuatan buruk kalian dengan perbuatan baik, nicaya(kebaikan) itu akan menghapuskan keburukan, dan bergaul-lah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR. At Tirmidzi, katanya hasan, dalam naskah lain hasan shahih, Arbai’n an Nawawi, hadits no. 18)

Allah Ta’ala berfirman dalam surat At Taubah (9):

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ


108. Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu (mesjid dhirar) selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang (rijal) yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.

Itulah karakter rijalud da’wah; shidq terhadap janji untuk mati syahid, berjiwa pemimpin, banyak berdzikir dan terpaut dengan mesjid. Namun, tidak sedikit orang-orang yang dahulunya rijal, sekarang hilang dari peredaran, jangankan da’wah, shalat berjamaah di mesjid pun tidak. Sibuk dengan urusan dunia, mengumpulkan harta, mengejar target hidup yang tak pernah habis, bahkan justru berbalik menyerang da’wah.

Kebersamaan dengan mereka kini tinggal kenangan saja. Dahulu menangis bersama, daurah, muzhaharah, syura, juga bersama, kini? Dimana kau saudaraku?

Bisa jadi, di antara mereka merupakan mu’assis (perintis) da’wah. Dialah yang membuka ladang da’wah pertama kali di tempatnya, dialah yang membangunkan manusia dari tidurnya, dialah yang merekrut banyak mujahid muda, namun kini, di mana kau saudaraku?

Semoga Allah tidak menyia-nyiakan amalmu yang bermanfaat, sebab yang bermanfaat akan tetap tinggal di bumi, adapun buih pasti akan lenyap. Renungkanlah ayat ini:


أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَّابِيًا ۚ وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ ۚ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً ۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ

Allah Telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (QS. Ar Ra’du (13): 17)
 
Wallahu waliyyut taufiq
http://beritapks.com/wp-content/uploads/2011/06/farid-numan.jpg
Ustadz. Farid Nu'man
Majalah Al Intima

Jumat, 16 September 2011

Aktivis Dakwah Kampus dan Romantismenya

http://mqitt.files.wordpress.com/2010/01/s6303909.jpg


2 tahun silam, masih teringat tajam Kisah perjalanan sekelompok manusia ‎yang mewakafkan dirinya untuk umat. Kisah manusia pilihan yang hidup untuk memperbaharui peradaban.
 
Mereka dipersatukan sejak awal masuk kampus, namun ada juga yang datang kemudian. Mereka belajar bersama, mereka berjuang sama, mereka bergerak bersama, dalam satu cita, Islam.
 
Perjalanan dakwah tak selamanya dihiasai ukhuwah yang indah, kadang adakalanya timbul pertengkaran kecil, kadang hadir cinta dan persahabatan yang kekal.  Semua kejadian, semua problema, semua konflik antar aktivis dakwah, bukan menandakan dakwah menghancurkan ukhuwah, justru dakwah ini telah mempererat ukhuwah.
 
Ditengah perjalanan masa perkuliahan, ketika tanggung jawab dan amanah sudah waktunya diberikan, merekapun dengan semangat memilih jalan masing-masing, ada yang memilih jalur siyasah ( BEM) , LDK, DKM, Himpunan, dan lembaga-lembaga lainnya baik yang internal ataupun eksternal.
 
Sejak saat ini, mereka mempunyai tugas dan peran yang berbeda, meskipun tetap berada pada halaqah yang sama. 
 
Roda perjalanan pun berputar seiring jaman. Berbagai masalah dan konflik mulai berdatangan. Inilah ujian keimanan dan tujuan kita dipertemukan dengan tarbiyah.
 
Ketika ukhuwah mendapat ujian, mulailah timbul ketidakpercayaan, ketika agenda-agenda dakwah berantakan dan saling bertabrakan, mulailah mereka saling menyalahkan. Ketika banyak tantangan dan ujian, tidak sedikit mereka berjatuhan, mundur lantas menghilang dari pentas dakwah.
 
Ketika halaqah, yang seharusnya menjadi ajang untuk konsolidasi, memperbaiki dan menyatukan arah dakwah, digunakan sebagai ajang perdebatan, halaqah yang biasanya dipenuhi cinta dan ketenangan, berubah menjadi tangis dan kekacauan.
 
Perbedaan yang sebenarnya kecil, bisa berubah menjadi besar dan berujung konflik antar lembaga dalam menentukan arah dan strategi dakwah.
 
Namun sekali lagi, ini bukanlah kehancuran, karena pada hakikatnya, ini adalah proses menuju kedewasaan dalam mengelola perbedaan.
 
Dakwah kampus memang memiliki keunikan, dinamis dan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Maka, tidak heran jika permasalahan dan tantangan juga tinggi dan beragam. Namun, disinilah letak dari proses pembelajaran, pendewasaan dan persiapan yang matang sebelum terjun ke masyarakat.

Pertengkaran kecil itu akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan, menjadi perekat yang sangat kuat dalam persaudaraan. Menjadi sebuah kerinduan.
 
Dan akhirnya, kelulusan seakan menjadi akhir dari perjalanan, mereka mulai berpisah, ada yang tetap istiqomah melanjutkan dakwah dan tarbiyahnya, baik di kampus atau di masyarakat, namun ada juga yang berhenti dari dakwah dan tarbiyah, dan memilih jalannya sendiri.

Itu semua plilihan, yang pasti romantisme dakwah kampus telah membuat mereka dewasa, mempererat ikatan hati mereka, mengekalkan cintanya, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan.
Semoga Allah membimbing, memberi keistiqomahan dalam langkah mereka, dalam jalan mereka, mengekalkan cinta mereka, memberikan azam dan tekad dalam dakwah dan tarbiyahnya, dan mempersatukan mereka di dunia dan di surgaNya.


 

Fajar Fatahillah

*Didedikasikan kepada Aktivis Dakwah Kampus di seluruh Indonesia, Forum Silaturahim Lembaga Dakwah (FSLDK), dan khusus kepada sahabat perjuangan di kampus putih biru, Bandung Selatan

Dakwah tak akan mati, tapi kita akan mati.
Kita akan mati sebagai pengemban Dakwah atau Mati sebagai beban bagi Dakwah?
Bergerak, dan terus bergerak, untuk kebangkitan Dakwah Kampus.

Berkumpul Karena Kecewa ?

Oleh : Cahyadi Takariawan
“Orang-orang yang berkumpul karena cinta saja masih bisa menimbulkan kekecewaan, bagaimana dengan orang-orang yang kumpul karena kecewa ?” demikian pesan yang saya tulis di dinding fesbuk saya, beberapa waktu yang lalu. Apa yang ingin saya sampaikan dalam pesan tersebut ?
Pesan utama saya adalah tentang mengelola perasaan kecewa, maaf beribu maaf, beberapa postingan saya di blog ini telah menyampaikan pesan yang sama. Namun saya masih sering menjumpai keluhan kekecewaan, termasuk hari Ahad kemarin (11 September 2011), saat saya menghadiri acara Syawalan para aktivis dakwah di GOR Giri Wahana, Wonogiri, Jawa Tengah.
Saya mendapatkan sms cukup panjang dari seorang sahabat, yang tengah mengalami kekecewaan yang mendalam dengan komunitasnya, beberapa menit sebelum saya harus “naik panggung” untuk memberikan Tausiyah Syawal. Saya cukup tersentak dengan isi sms  tersebut, karena sangat lama tidak bertemu dan tidak mendengar berita tentang sahabat yang satu ini. Tiba-tiba mengirim pesan sms yang isinya ungkapan kekecewaan.
Mengapa muncul kecewa ? Kita mulai dari yang paling sederhana. Dalam proses pernikahan, bersatunya seorang lelaki dan seorang perempuan dalam bahtera rumah tangga, diikat dengan kuat oleh rasa cinta. Mereka saling mencintai, maka mereka melangkah bersama membangun keluarga, dan merajut berbagai harapan dan cita-cita. Di tengah jalan, dua orang yang saling mencinta ini, bisa saling kecewa. Suami kecewa terhadap isteri, dan isteri kecewa kepada suami.
Orang tua dan anak-anak dalam sebuah keluarga, tentunya mereka saling mencinta. Mereka berada dalam sebuah biduk rumah tangga, saling mencintai dan menyayangi satu dengan yang lain. Namun, anggota keluarga yang saling mencintai ini dalam perjalanannya bisa saling kecewa. Orang tua kecewa dengan anak-anak, atau anak-anak kecewa kepada orang tua. Bahkan di antara anak-anak, bisa muncul kekecewaan sesama mereka. Bukankah mereka berkumpul dengan ikatan dan energi cinta ? Ternyata masih bisa memunculkan perasaan kecewa di antara orang-orang yang saling mencinta.
Dakwah dibangun dengan ikatan cinta. Gerbong dakwah melaju dengan berbagai proses dan dinamika, menuju harapan dan cita-cita yang telah dicanangkan. Dalam perjalanan inilah muncul friksi, muncul perbedaan pandangan, muncul gesekan satu dengan yang lain. Di antara orang-orang yang saling mencinta, akhirnya muncul perasaan kecewa. Muncul tuduhan, muncul praduga, muncul syak wasangka.
Nabi saw adalah manusia pilihan, tanpa cacat dan cela sebagai seorang teladan. Para sahabat adalah generasi pilihan, yang menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah Islam. Namun para sahabat sempat memiliki simpanan kekecewaan sesaat setelah Perjanjian Hudaibiyah selesai dikonstruksi Nabi saw dan Suhail. Lihat ekspresi kekecewaan mereka. Tiga kali Nabi saw memerintahkan, tak seorangpun dari para sahabat yang melaksanakan. Hanya dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah ini saja peristiwa itu mengemuka, tak pernah ada kejadian yang serupa.
Kita juga ingat gumpalan kekecewaan sebagian sahabat dalam kisah pembagian harta seusai perang Hunain. Abu Sufyan bin Harb, tokoh penentang Islam sejak awal dakwah di Makah itu, telah mendapatkan bagian seratus ekor unta dan empat puluh uqiyah perak. Demikian pula Yazid dan Mu’awiyah, dua orang anak Abu Sofyan, mendapat bagian yang sama dengan bapaknya. Kepada tokoh-tokoh Quraisy yang lain beliau memberikan bagian seratus ekor unta. Adapula yang mendapatkan bagian lebih sedikit dari itu, hingga seluruh harta rampasan habis dibagikan.
Melihat pembagian itu, para sahabat Anshar memandang lain. Muncullah gejolak di kalangan sahabat Anshar, hingga seorang di antara mereka berkata, ”Mudah-mudahan Allah memberikan ampunan kepada RasulNya, karena beliau telah memberi kepada orang Quraisy dan tak memberi kepada kami, padahal pedang-pedang kami yang menitikkan darah-darah mereka.” Adapula di antara mereka yang berkata, “Rasulullah sekarang telah menemukan kembali kaum kerabatnya.”
Dalam kisah “pembangkangan” para sahabat usai Perjanjian Hudaibiyah dan kekecewaan usai Perang Hunain, semua berakhir dengan sangat indah dan cepat. Nabi saw sebagai qiyadah menyelesaikan suasana dengan sangat tepat, sehingga kekecewaan tidak membesar dan menjalar. Ini karena kepribadian Nabi sebagai manusia pilihan yang dikuatkan dengan wahyu, sehingga beliau tidak akan salah langkah. Tindakan beliau selalu tepat.
Jika Kanjeng Nabi yang tanpa cela saja masih mendapatkan lontaran kekecewaan, bagaimana dengan kita yang sama sekali bukan Nabi, bukan pula sahabat Nabi, bukan muridnya para sahabat, bukan pula murid para tabi’in…. Jika sahabat Nabi saya masih bisa menyimpan kekecewaan, bagaimana dengan kita yang tidak memiliki kualitas sebagai sahabat Nabi….
Kita hidup di zaman cyber, semua kejadian, semua peristiwa, semua kondisi dengan sangat cepat tersebar. Sangat cepat, tanpa batas, tanpa jeda waktu. Melalui emai, milis, twitter, fesbuk, blackberry messenger, sms, telpon dan lain sebagainya. Semua, apa saja terberitakan. Sayang, banyak yang tidak bisa membedakan mana data dan mana analisa. Semua berita yang muncul di internet dan dunia maya dianggap kebenaran.
Di tengah kita tidak ada Kanjeng Nabi. Tatkala berbagai berita berseliweran tentang qiyadah, tentang dakwah, tentang jama’ah, dan tentang “segala sesuatu” yang cenderung menjadi gosip, sikap kita hendaknya mencontoh perilaku Kanjeng Nabi dan para sahabat beliau. Tentu saja tidak akan bisa sama sepenuhnya, namun jangan sampai lepas dari contoh keteladanan mulia mereka.
Apa keteladanan mulia dari mereka ? Sangat banyak tentu saja. Pertama, landasan hubungan di antara Nabi dengan para sahabat adalah cinta kasih. Cinta dan kasih sayang timbal balik, telah terbentuk sangat kuat antara para sahabat dengan Nabi. Ini yang menyebabkan bahasa hati mereka selalu menyambung, selalu bertemu, selalu berada dalam kebersihan dan kebaikan.
Kedua, didahulukannya sikap husnuzhan kepada qiyadah. Kendati ada kekecewaan, mereka tetap memiliki sikap yang positif sehingga mudah mendengarkan penjelasan dari Nabi. Mereka mudah mendengar dan menerima penjelasan Kanjeng Nabi, tanpa membantah dan menggerutu di belakang. Ini karena sikap positif yang mereka miliki, selalu tsiqah dengan qiyadah.
Ketiga, para sahabat tidak membesar-besarkan dan mendramatisir permasalahan, sehingga masalah berada dalam ruang lingkup yang terbatas. Mereka tidak mengorganisir kekecewaan untuk dijadikan alasan memberontak atau tidak setia kepada qiyadah. Kisah kekecewaan para sahabat di Hudaibiyah sangat natural, tidak digerakkan, tidak diorganisir oleh seseorang. Kisah kekecewaan paska perang Hunain segera terlokalisir dengan disampaikannya hal tersebut kepada Nabi saw.
Keempat, mereka tidak mengungkit-ungkit lagi permasalahan tersebut setelah selesainya kejadian. Setelah permasalahan selesai, clear, terang benderang, mereka kembali berkumpul, berjama’ah, berkegiatan bersama, seperti tidak pernah ada kejadian sebelumnya. Mereka tidak lagi mengungkit-ungkit “si Fulan dan si Falun ini dulu pernah melontarkan kekecewaan kepada Nabi”. Persoalan selesai, maka mereka kembali bersama seperti semula. Tidak ada dendam, tidak ada permusuhan yang terwariskan. Tidak ada sakit hati yang tersimpan.
Jadi, kita hanya perlu duduk bersama. Mendengarkan bagian-bagian cerita, merangkai berbagai peristiwa, mencoba membuat sederhana hal-hal yang seakan-akan dibuat dan tampak sedemikian rumitnya. Jika memang ada yang terbukti melakukan kesalahan, tentu saja perlu diberikan teguran atau sanksi sesuai aturan organisasi dan sesuai tingkat kesalahan yang dilakukan. Namun jika yang terjadi hanyalah kesalahpahaman, maka tidak ada yang perlu diteruskan atau diperpanjang lagi. Semua sudah selesai, clear, dan saling memaafkan atas hal yang tidak pada tempatnya.
Jadi, tidak perlu membuat perkumpulan karena kekecewaan. Tidak perlu membuat organisasi karena sakit hati. Tidak perlu konsolidasi untuk menyatukan pihak-pihak yang merasa kecewa atau merasa terzalimi. Karena perkumpulan seperti apa yang akan terbentuk, dari jiwa-jiwa kecewa ? Organisasi seperti apa yang akan muncul, dari hati-hati yang menyimpan benci ? Toh kelak ketika terbentuk organisasi, pasti ada yang kecewa lagi.
Mari duduk saja bersama-sama. Membingkai hati, mengeja keinginan jiwa. Berbicara dengan bahasa ruhani, bukankah kita semua ini para kader yang saling mencinta ? Bukankah kita semua telah berikrar untuk selalu berada di jalanNya ? Termasuk ketika menyelesaikan permasalahan ? Bukankah kita semua sangat mencintai jalan dakwah ini ? Lalu mengapa harus mengambil langkah sendiri hanya karena tidak bisa memahami keputusan organisasi ?
Wallahu a’lam. Saya hanya sulit mengerti, mengapa ada organisasi yang didirikan karena kekecewaan dan sakit hati. Padahal, aktivitas yang dirintis dengan sepenuh cinta saja, masih bisa menumbuhkan rasa kecewa.
Pancoran Barat, 13 September 2011