Senin, 29 Agustus 2011

Petisi Online Ukhuwah Dan Pesatuan



Sebuah petisi muncul di dunia maya. Petisi tersebut menyerukan persatuan para pemimpin umat Islam dalam penentuan Hari Raya ‘Idul Fitri. Berdasarkan pantauan islamedia, petisi yang ada di alamat http://www.petitiononline.com/ukhuwwah/petition.html itu dikoordinatori oleh Ir. Budi Handrianto, M.Pd.I. dan dibuat pada Jakarta, 27 Ramadhan 1432 H/27 Agustus 2011. Saat ini baru 68 orang yang "menanda-tangani" petisi tersebut.

Akankah para pemimpin muslim mendengarkan petisi ini? Semoga saja, bila mereka menganggap petisi ini sebagai sesuatu kebaikan.

Berikut ini bunyi petisi online itu:



To: Umat Islam Indonesia
PETISI UKHUWAH DAN PERSATUAN
ASOSIASI PROFESIONAL MUSLIM INDONESIA
--------------------------------------------------------------------
Beda boleh!
SATU LEBIH BAIK!
SATU LEBIH INDAH!

Sudah terlalu sering kita mendengar para tokoh umat Islam bicara tentang ukhuwah Islamiyah; menyatakan bahwa persatuan adalah lebih baik dan lebih dicintai, ketimbang perpecahan. Kata mereka, ber-Idul Fithri tanggal pada 30 Agustus 2011 atau 31 Agustus 2011 adalah sama-sama benar; kita diminta untuk saling menghormati.

Baik! Kita saling menghormati! Itu mudah! Tapi, kita patut bertanya, mengapa para tokoh dan organisasi Islam tidak menyatukan pendapat saja? Jika sama-sama benar, mengapa harus berbeda? Mengapa masing-masing tidak mau mengorbankan pendapatnya dalam masalah khilafiah, demi Persatuan?! Bukankah bersatu lebih baik! Apalagi ini menyangkut ibadah di ruang publik! Soal dalil, itu urusan masing-masing! Bagi kita, umat Islam kebanyakan, yang penting harus SATU!

Ulama terkenal, Dr. Yusuf Qaradhawi berendapat, jika kaum Muslim tidak mampu mencapai kesepakatan pada tingkat global, minimal mereka wajib berobsesi untuk bersatu dalam satu kawasan. Kata Syekh Qaradhawi, tidak boleh terjadi di satu negara atau satu kota kaum Muslim terpecah-pecah; berbeda pendapat dalam masalah penentuan awal Ramadhan atau Hari Raya. Perbedaan dalam satu negara semacam itu, tidak dapat diterima. Kaum Muslim di negara itu harus mengikuti keputusan pemerintahnya, meskipun berbeda dengan negara lain. Sebab, itu termasuk ketaatan terhadap yang ma’ruf. (Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II (terj.), Jakarta: GIP, 1995, hal. 315).

Kaidah Ushul Fiqih menyatakan: “Al-khurûj minal khilâf mustahabbun” (Menghindar dari perpecahan itu lebih dicintai (sunnah).” (Lihat, Abu Bakar al-Ahdal asy-Syafii, al-Faraid al-Bahiyah fil-Qawaid al-Fiiqhiyyah, (Semarang: Toha Putra, 1997, hal. 24, kaidah no. 12).

*******

KARENA ITU, WAHAI PEMIMPIN ORGANISASI ISLAM, WAHAI PARA ULAMA, MARI KITA LAPANGKAN HATI DAN PIKIRAN KITA!
TINGGALKAN EGOISME KELOMPOK!
BUKALAH PINTU HATI TUAN-TUAN!
TINGGALKAN IJTIHAD DALAM KHILAFIAH, DEMI PERSATUAN UMAT!

********

Jakarta, 27 Ramadhan 1432 H/27 Agustus 2011

Koordinator:
Ir. Budi Handrianto, M.Pd.I. (0817-162044)

0 komentar:

Posting Komentar